Nama. : Dwi Cahyati
Ttl. : Pati 23 september 2003
Alamat. : Ngetuk - Gunungwungkal - Pati
Sekolah. : SMPN Gunungwungkal 02
Jenis kelamin. : Perempuan
Agama. : Islam
Hobi. : Membaca dan Menulis
Riwayat Pendidikan
SD N Ngetuk 01
Najmatul Qolbi
Alquran biru nya
Yang dibungkus dengan
bingkai keemasan
Terlihat
begitu cantik kala berada dalam dekapannya
Hanya itu yang selalu
menemani waktunya
Selalu menemani harinya
Selalu menemani
aktivitasnya
Aktivitas yang
menyita lebih dari setengah harinya
Pilihan
terbaik dari hatinya dikala
para remaja seumurannya sedang sibuk dengan dunianya yang menurutnya tak begitu penting dan berguna
Sesosok gadis cantik jelita itu. Pemilik al Qur'an bagus,
sebagus isi hatinya. Yang air matanya sendu selalu membasahi pipinya. Seakan-akan mirip
pelata cakrawala,
mendung agaknya mulai gerimis rintik. Layaknya
dedaunan delima yang baru saja dijatuhi butiran embun.
Meski sang surya baru saja
menampakkan cahayanya, namun sepertinya cahayanya bertanding dengan sinar manis wajahnya. Berjalan lambat, cahaya
mentari mulai memerah. Bak
wajahnya yang malu-malu ingin bersinar. Seakan malu-malu hendak berpamitan.
Gadis bermata indah yang
menghiasi wajah jelita nan bercahaya. Berlubuk kerudung indah yang selalu turut menghiasi bulatan
wajahnya. Senyumnya yang selalu merekah, bertambah
manis dengan dalamnya lesung di kedua pipinya. Nyaris sempurna tak
ada yang cacat sedikitpun. Kecantikannya pun kian sempurna, sesempurna ayat
suci yang senantiasa membasahi bibirnya
"maka nikmat
Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"
Tok...
Tok... Tok....
“Ainiy....”
“Dalem umiy.....”
“Keluar dulu sayang, ayo kita sarapan”
“Iya, Umiy, Ainiy sebentar lagi keluar, setelah 2 ayat
terakhir ini”
Tak lama kemudian Ainiy keluar
dari kamar dan duduk lesehan di samping uminya yang sedang menata sarapan.
Dengan wajah memelas namun menggambarkan adanya kerinduan, Ainiy mencoba
mengutarakan isi hatinya pada umiynya
“Umiy, Ainiy kangen
Abiy… Ainiy
pengen ziarah ke makam
Abiy.... bolekah Umiy? Nanti
selepas sholat asar Ainiy ke sana, kalau abang di rumah nanti biar bisa
ditemani abang”
Wajah memelas Ainiy semakin
nampak terlihat.
Bagaimana tidak? sesosok
laki-laki yang menjadikan dirinya seorang putri, telah berpulang ke Pemilik
kehidupan ini 1 tahun silam. Disisi lain, karena rutinitasnya di pondok dan
jarang pulang membuatnya telah lama pula tak berkunjung ke peristirahatan
terakhir abiynya.
Kala itu ia masih dengan semua
aktivitasnya di pondok. Ia masih dalam dunianya bercandu dengan kalam Ilahi.
Berperang melawan kantuk dan beratnya menambah ayat demi ayat untuk sampai
meresap dalam hatinya. Berjuang dalam mengulang hafalannya untuk tetap selalu
dalam ingatannya. Ketika ia sedang melewati masa-masa dimana semangatnya
membara, saat itu pula orang yang ia cintai dipanggil Pemilik segala cintanya.
Satu hal yang tak pernah ia
lupa dalam perjuangannya, yang bisa mengantarkannya hingga titik ini adalah
satu pesan dari abiynya ketika beliau sedang melewati rasa sakitnya di rumah
sakit kala itu...
“Ainiy, putriku tersayang. Abiy sayang Ainiy, Ainiy
sayang abiy juga, kan?” kata abiynya.
“Iya, Abiy, Ainiy sangat sayang Abiy” jawab Ainiy sambil memegang
erat dan mencium tangan abiynya yang sedang berbaring di ranjang.
“Ainiy, abiy masih ingat ketika Ainiy baru 7 tahun, kala
abiy ngajar ngaji di musholla belakang rumah. Ainiy putri kecilku bilang kalau Ainiy ingin memakaikan mahkota
di kepala Abiy. Ainiy masih ingat, kan?” kenang abiy pada Ainiy
“iya, Abiy, Ainiy masih sangat ingat itu”, tak terasa peluh Ainiy
menetes begitu saja
“Semoga Ainiy bisa menyelesaikan hafalan Ainiy, karena
abiy juga pengen melihat senyum Ainiy saat memakaikan mahkota itu untuk abiy” abiy sudah mulai sedikit
berat menarik nafasnya
“Abiy cuma bisa berdoa untuk putri abiy tersayang, semoga
diberi kekuatan oleh Allah untuk bisa menjadikan hatinya dipenuhi kalamNya dan
berakhlak sebagaimana yang telah Ainiy pelajari selama ini” lanjut abiy.
“Sayang... kok nangis?”, ibu mengagetkan lamunan Ainiy
yang sedari tadi terdiam.
“oh, tidak Umiy, Ainiy cuma teringat saja sama abiy”, Ainiy sedikit menutupi
perasaannya dan menyeka peluh di kedua pipinya
“nanti sore kita ke makam abiy bareng-bareng ya, umiy
juga sudah lama tidak ke makam abiy”, jawab umiy sambil memeluk Ainiy
***
Pagi selepas sholat subuh,
Ainiy bersiap-siap menata beberapa potong bajunya untuk kembali ke pondok.
“Ainiy, ini ada arem-arem sama
jajan untuk bekal nanti Ainiy di perjalanan”, kata umiy sambil memberikan
sebungkus plastik berisi kedua makanan kesukaan Ainiy saat balik pondok itu.
“iya, Umiy, terima kasih”,
jawab Ainiy sambil memasukkan bungkusan itu dalam ranselnya
“Abangmu sudah siap ngantar
kamu ke terminal itu”
“iya, umiy”
“pesan umiy, jaga diri Ainiy
baik-baik, jangan pernah tinggalkan sholatnya, jaga semangatnya, dan umiy titip
agar Ainiy bisa doakan umiy selalu”
“inggih, umiy” Ainiy
mengangguk dan memeluk erat umiynya
“Ainiy pamit dulu ya, Umiy..
Assalamu’alaikum” pamit Ainiy sambil mecium
tangan umiy
“wa’alaikumussalam Ainiy
sayang” jawab umiy sambil mengantarkan Ainiy hingga pelataran rumah
Butuh waktu 3 jam perjalanan
naik bus dari terminal yang jaraknya 5 kilo dari rumah Ainiy. Abangnya hanya
bisa mengantarnya sampai terminal lalu meninggalkannya karena harus segera ke
pondok tempatnya mengajar ngaji.
Ketika ia berjalan menuju terminal ia bertemu dengan
Arif teman SMA nya. Arif juga ingin kembali ke pondok, dan kebetulan pondoknya
1 yayasan dengan pondoknya Ainiy. Arif menghampiri Ainiy yang sedang duduk
sendirian
“Assalamu’alaikum”, sapa Arif
“Eh Arif, (Ainiy
sedikit gugup dan kaget), Wa’alaikumussalam”
Jantung Arif berdetak kencang ia tersipu malu dan
tidak berani menatap Ainiy,layak nya sang raja yang digerumuni beribu bidadari
di halai singgasana megah. Begitupun
Ainiy, rasa yang sudah lama
ia pendam tak ingin dia lontarkan kepada Arif.
Setelah sampai di pondok fudhola', Ainiy mulai
membuka alqur'nnya dan mulai membacanya ayat demi ayat dan lembar demi
lembar.sambil membayangkan sosok Arif yang sempat dia bertemu di terminal tadi...
Seakan akan wajahnya selalu menari di setiap ayat yang dia baca.....
Aaaaaahhhhh.......
Kenapa harus wajah dia yang selalu hadir.....??? (tanya
diri Ainiy sambil berusaha membuang wajah Arif di benak nya)karena dia pun
tahu..... Bahwa jodoh ada di tangan Allaah.... Lagi pula dulu Abiy Ainiy pernah
membisik kan di dekat telinga Ainiy sebelum Ainiy berangkat mondok..... "Naak....
Khodijahkan diri mo, maka Allah akan me Muhammad kan jodohmu"
Pagi harinya, Ainiy
menerima surat dari Zaen temannya dari kampung. Isi surat tersebut adalah
ungkapan perasaan Zaen kepada Ainiy. Sebenarnya surat itu sudah lama di tulis
Zaen, namun Zaen baru berani mengirimnya hari itu. Ainiy mulai membuka surat
yang ada ditangannya dan Ainiy pun tersenyum. Di saat itu Ainiy pun berfikir
melihat kebijaksanaan Arif, sampai terlintas di benak Ainiy bahwa cintanya akan
di tolak oleh Arif. Seketika itu pula Ainiy tak banyak berfikir langsung
membalas surat dari Zaen dan menerima cintanya Zaen. Meski sebenarnya masih
ada sosok Arif di hati Ainiy, meski masih
ada cinta Ainiy untuk Arif yang telah ia pendam sejak 2 tahun yang lalu. Tapi, melihat dan
mengetahui kebijaksanaan Arif, Ainiy merasa
bahwa dirinya layaknya butiran debu yang menghembur
dan menempel di bebatuan di kala angin
menghantam.
***
1 bulan kemudian Ainiy menerima surat lagi dari Zaen
yang isinya surat tersebut adalah sebuah janji bahwa Zaen akan selalu menunggu
Ainiy dan akan memperjuangkannya untuk menghalalkannya.
Ainiy juga membalas surat Zaen dan dan membalas janji Zaen.
Liburan semesterpun tiba Ainiy pulang kerumah.
Sampai di rumah Ainiy terkejut karena menerima undangan pernikahan dari Zaen.
Ainiy menyesal dan menangis terisak-isak. Beberapa jam Ainiy sadar bahwa jodoh,
rizeki, maut itu ada ditangan Allah. Dan selalu ingat bisikan Abiy nya dulu pas
dia sebelum berangkat mondok "naaakkk...... Khodijahkan dirimu, maka Allah akan me
Muhammad kan jodohmu" hanya
itu yang bisa Ainiy lakukan. Demi menenagkan dan merelakan seseoang yang baru
saja dia mulai mendekati dan mendapatkan
hatinya.
Keesokan harinya Ainiy datang diacara pernikahannya
Zaen.
"Rimaa... ternyata
kamu calon istrinya mas Zaen.. ? "
(sambil memeluk Rima)
" Ya begitulah
Ainiy". (Sambil tersenyum pulas dan
terharu layaknya penganten baru)
Ternyata
istrinya Zaen adalah teman SMA nya Ainiy (Ainiy bergumam dalam hati, “betapa beruntungnya kamu Rima,
mendapat suami Zaen” )
***
Ainiy pun sudah kembali ke pondok. Beberapa
minggu kemudian Ainiy di telfon kakaknya di suruh pulang karena ibunya sakit. Ia pun segera pulang.
Sesampainya di rumah, setelah makan malam...
“Ainiy, 2 hari yang lalu ada seorang
laki-laki baik yang datang kemari melamarmu”, umiy memulai percakapan
“Melamar
Ainiy?”, Ainiy kaget
“Iya, Ainiy”, Sahut abang Ainiy
“Siapakah
laki-laki itu, bang?”, Ainiy mulai
penasaran
“Dia adalah
nama yang pernah kamu tuliskan di dinding kamarmu saat kamu menangis karena
harus mondok di luar kota, bukan di pondok dekat rumah”, jawab abang sambil menggoda
“Siapa Bang?
Ainiy ng...”, pipi Ainiy mulai
tampak memerah dan menutup mukanya yang malu. Malu karena ketahuan atas
perasaannya dan bercampur rasa tidak percaya, juga perasaan berharap bahwa
orang itu benar yang ada dalam benaknya
“Arif lusa
datang kemari bersama orang tuanya. Ia sengaja datang sebelum kamu pulang,
karena ia ingin bertemu kamu lagi ketika ia mengucapkan janji sucinya”, abang Ainiy berterus terang sambil sedikit menggoda
adiknya
“Awalnya umiy
masih belum yakin dengan nak Arif, tapi umiy melihat ia adalah anak yang baik”, kata umiy
“Abang sudah
mengenal Arif, Umiy, Ainiy. Untuk yang pertama, mungkin Ainiy masih belum siap
karena masih berhutang janji dengan abiy dulu, tapi alhamdulillah Arif seminggu
yang lalu telah menyelesaikan hafalannya. Jadi abang yakin Ainiy tetap bisa
mujahadah dan murajaah bersamanya”
Ainiy hanya diam dan menahan senyumnya.
“Alhamdulillah
Ainiy pulang juga mau kasih kabar kalau Ainiy minggu depan wisuda.
Alhamdulillah Ainiy sudah rampung ngajinya”, akhirnya Ainiy cerita
“alhamdulillah”, umiy dan abang Ainiy bersamaan mengucap hamdalah sambil
memeluk Ainiy. Ketiganya tersenyum bahagia dan bangga pada Ainiy
“Lalu tentang
Arif, abang yakin dia adalah pemuda yang bertanggungjawab dan siap menjadi
pendampingmu, Ainiy” lanjut abang Ainiy
“Bila kamu
ingin tanya bagaimana ketekunan Arif dalam menjalankan agamanya, maka aku bisa
menjawabnya dia adalah orang sandalnya selalu ada dimasjid kala adzan
berkumandang. Bila kamu tanya bagaimana nasab keluarganya, maka ketahuilah
adikku sayang, alasan abang menitipkanmu pada Pak Yai Ahmad dalah karena beliau
adalah paman Arif, juga keluarga Arif adalah pendiri pondok pertama kali di
negeri Jiran. Kalau kamu masih ragu mau makan apa setelah menikah dengannya,
maka akan aku jawab bahwa baju, jilbab, dan mukena yang kamu pakai adalah hasil
rajutan tangan-tangan karyawan Arif. Bila kamu tanya bagaimana sifat Arif, aku
yakin Ainiy pun telah tahu banyak tentang kebaikan seorang Arif”, abang memaparkan begitu panjang tentang Arif.
“Jadi
bagaimana adikku tersayang, Jum’at depan siap aku jabatkan tangan Arif
untukmu?”, abang Ainiy semakin menggoda
Ainiy yang sedari tadi hanya diam dan senyum-senyum
“insyaallah,
Abang, Umiy, Ainiy bersedia dan siap menjadi orang yang akan menjadi pelabuhan
cinta Arif”, jawab Ainiy
malu-malu tapi yakin
***
Hari yang ditunggu pun tiba, kedua belah jiwa yang telah
lama memendam rasa itupun duduk bersampingan. Tak ada penghalang dari keduanya.
Setelah Arif menjabat tangan abang Ainiy dengan erat dan yakin mengucap janji
sucinya, menjadikan keduanya semakin tampak tak terbendungkan lagi rasa
bahagianya.
Betapa indahnya kala cinta yang keduanya miliki
benar-benar hanya dititipkan pada Sang Pemilik Cinta, maka Dia pun yang akan
mempertemukan keduanya dengan caraNya yang begitu indah.
Komentar
Remaja zaman sekarang ketika ia masih menuntut ilmu ia
tidak memikirkan ilmu namun memikirkan jodoh. Alasan mereka yaitu sebagai
penyemangat padahal penyemangat itu dari diri sendiri bukan dari orang lain,
karena kalau dari orang lain, ketika orang lain itu sudah pergi maka semangat
itu akan pergi juga. Tetapi kalau penyemangat dari diri sendiri, semangat itu
akan selalu hadir dalam dirinya. Namun para remaja maupun pelajar sekarang
mikirin pacar lah teman dekat lah padahal itu bisa merusak pribadinya. Dan
ketika ilmu sudah pergi kekasihpun juga pergi ia menyesal itulah remaja
sekarang. Maka dari itu sebaiknya para pelajar memikirkan ilmu karena ilmu itu
seperti air dan airnya hanya mengalir ke tempat yang lebih rendah. Semakin
orang merendahkan hatinya, maka semakin teecurah ilmu kepadanya.
Penulis : Dwi Cahyati
0 Komentar